Peneliti UNESCO: KRT Gaura Mancacaritadipura
SANGGAR BODRONOYO PELESTARI 3 WARISAN BUDAYA DUNIA
Girimulyo (26/11/09), Keragaman seni budaya asal Indonesia sering menjadi daya pikat bagi warga negara asing. Begitu pula dengan Gaura Mancacaritadipura, Naoko Matsuyama dan Miyata Shigeyuki, para peneliti National Research Institute Cultural Properties, sebuah Lembaga Penelitian yang mensuplai data untuk Bidang Penghargaan Budaya UNESCO.
Gaura, Naoko Matsuyama dan Miyata Shigeyuki beserta rombongan dalam kunjungannya baru-baru ini (26/11/09) ke Sanggar Bodronoyo, Dusun Ngrancah, Pendoworejo, Girimulyo merasa sangat bangga dan menemukan sumber referensi penelitian yang tepat, karena Sanggar Bodronoyo merupakan satu-satunya Sanggar yang sekaligus melestarikan 3 (tiga) Warisan Budaya Dunia yakni: Batik, Keris dan Wayang/Gamelan. “Hal ini sangat istimewa dan saya menyampaikan penghargaan setinggi-tingginya, karena sanggar semacam ini tidak terdapat di tempat lain” kata Gaura dalam bahasa Indonesia yang cukup fasih.
Sebelumnya, Drs. Bambang Pidekso selaku Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Kulon Progo, mewakili Bupati menyampaikan sambutan dan penghormatan yang tinggi atas kunjungan team UNESCO ke Sanggar Bodronoyo. “Meskipun dipelosok pedesaan, namun ternyata UNESCO menaruh perhatian yang besar atas gerak langkah pelestarian budaya, hal ini membuat kami menjadi sangat bangga” kata Bambang Pidekso dalam sambutannya. Lebih lanjut Kepala Dispbudpar Kulon Progo, mengharapkan agar setelah kunjungan ini bisa benar-benar membawa kemajuan bagi perkembangan pariwisata dan kebudayaan Kulon Progo dimasa depan.
Kehadiran Team Unesco yang dipimpin oleh Gaura pria asal Australia yang rela menggadaikan kewarganeraannya dan resmi menjadi warga Negara Indonesia (WNI). sekitar lima tahu silam tersebut, sontak membuat seluruh warga Sanggar terhenyak, apalagi waktu kunjungan hampir seluruh pengurus Sanggar sedang sibuk mempersiapkan Festival Tari Se DIY yang akan digelar 4 Desember yad di Karangrejek, Gunung Kidul. Namun dalam batas kesederhanaan dan suasana yang apa adanya itulah rupanya Gaura, Matsuyama dan Miyata dan rombongan menjadi sangat terkesan. Bahkan Gaura Mancacaritadipura yang mendapat gelar kehormatan dari Kasunanan Surakarta karena keahliannya mendalang sempat memperagakan kepiwaiannya selama hampir 15 menit. Begitu disiplinnya memegang pakem pedalangan Gaura sempat grogi karena pakeliran yang disediakan adalah gagrak Ngayogyakarta sementara Gaura lebih akrab dengan gaya Surakarta. Namun demikian pementasan spontan tersebut benar-benar istimewa dan mendapat aplaus meriah.
Setelah mendalang, Gaura dan rombongan kemudian melihat peragaan tatah sungging wayang, sebuah proses pembuatan wayang kulit dari lembaran kulit mentah hingga menjadi sebuah bentuk tokoh wayang. Tak bisa dipungkiri Naoko Matsuyama putri asal Jepang dan satu-satunya anggota delegasi perempuan begitu serius memperhatikan penjelasan proses pembuatan wayang kulit. Sementara itu, Miyata Shigeyuki yang berpakaian kimono cokelat muda sibuk mendokumentasikan dengan kamera vidionya. Selain melihat proses pembuatan wayang kulit rombongan UNESCO juga mendapat suguhan tatacara pembuatan keris, filosofi dan kajiannya, sementara itu untuk proses batik tidak begitui ditonjolkan karena sebelumnya team Unesco sudh berkunjung ke sentra batik Pekalongan Jawa Tengah.
Dalam kesempatan yang lain, Miyata Shigeyuki menyampaikan bahwa kunjungan ini adalah sebagai rangkaian panjang membuat data tentang seni dan budaya di Indonesia khusunya Jawa. ”kami ingin mengkaji sejarah, mendokumentasikannya melalui wawancara, foto, film dan wawancara, serta mengamati secara langsung upaya-upaya mandiri yang sangat terpuji seperti di Sanggar Bodronoyo ini” ujar Miyata serius. (Kjg-)
SANGGAR BODRONOYO PELESTARI 3 WARISAN BUDAYA DUNIA
Girimulyo (26/11/09), Keragaman seni budaya asal Indonesia sering menjadi daya pikat bagi warga negara asing. Begitu pula dengan Gaura Mancacaritadipura, Naoko Matsuyama dan Miyata Shigeyuki, para peneliti National Research Institute Cultural Properties, sebuah Lembaga Penelitian yang mensuplai data untuk Bidang Penghargaan Budaya UNESCO.
Gaura, Naoko Matsuyama dan Miyata Shigeyuki beserta rombongan dalam kunjungannya baru-baru ini (26/11/09) ke Sanggar Bodronoyo, Dusun Ngrancah, Pendoworejo, Girimulyo merasa sangat bangga dan menemukan sumber referensi penelitian yang tepat, karena Sanggar Bodronoyo merupakan satu-satunya Sanggar yang sekaligus melestarikan 3 (tiga) Warisan Budaya Dunia yakni: Batik, Keris dan Wayang/Gamelan. “Hal ini sangat istimewa dan saya menyampaikan penghargaan setinggi-tingginya, karena sanggar semacam ini tidak terdapat di tempat lain” kata Gaura dalam bahasa Indonesia yang cukup fasih.
Sebelumnya, Drs. Bambang Pidekso selaku Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Kulon Progo, mewakili Bupati menyampaikan sambutan dan penghormatan yang tinggi atas kunjungan team UNESCO ke Sanggar Bodronoyo. “Meskipun dipelosok pedesaan, namun ternyata UNESCO menaruh perhatian yang besar atas gerak langkah pelestarian budaya, hal ini membuat kami menjadi sangat bangga” kata Bambang Pidekso dalam sambutannya. Lebih lanjut Kepala Dispbudpar Kulon Progo, mengharapkan agar setelah kunjungan ini bisa benar-benar membawa kemajuan bagi perkembangan pariwisata dan kebudayaan Kulon Progo dimasa depan.
Kehadiran Team Unesco yang dipimpin oleh Gaura pria asal Australia yang rela menggadaikan kewarganeraannya dan resmi menjadi warga Negara Indonesia (WNI). sekitar lima tahu silam tersebut, sontak membuat seluruh warga Sanggar terhenyak, apalagi waktu kunjungan hampir seluruh pengurus Sanggar sedang sibuk mempersiapkan Festival Tari Se DIY yang akan digelar 4 Desember yad di Karangrejek, Gunung Kidul. Namun dalam batas kesederhanaan dan suasana yang apa adanya itulah rupanya Gaura, Matsuyama dan Miyata dan rombongan menjadi sangat terkesan. Bahkan Gaura Mancacaritadipura yang mendapat gelar kehormatan dari Kasunanan Surakarta karena keahliannya mendalang sempat memperagakan kepiwaiannya selama hampir 15 menit. Begitu disiplinnya memegang pakem pedalangan Gaura sempat grogi karena pakeliran yang disediakan adalah gagrak Ngayogyakarta sementara Gaura lebih akrab dengan gaya Surakarta. Namun demikian pementasan spontan tersebut benar-benar istimewa dan mendapat aplaus meriah.
Setelah mendalang, Gaura dan rombongan kemudian melihat peragaan tatah sungging wayang, sebuah proses pembuatan wayang kulit dari lembaran kulit mentah hingga menjadi sebuah bentuk tokoh wayang. Tak bisa dipungkiri Naoko Matsuyama putri asal Jepang dan satu-satunya anggota delegasi perempuan begitu serius memperhatikan penjelasan proses pembuatan wayang kulit. Sementara itu, Miyata Shigeyuki yang berpakaian kimono cokelat muda sibuk mendokumentasikan dengan kamera vidionya. Selain melihat proses pembuatan wayang kulit rombongan UNESCO juga mendapat suguhan tatacara pembuatan keris, filosofi dan kajiannya, sementara itu untuk proses batik tidak begitui ditonjolkan karena sebelumnya team Unesco sudh berkunjung ke sentra batik Pekalongan Jawa Tengah.
Dalam kesempatan yang lain, Miyata Shigeyuki menyampaikan bahwa kunjungan ini adalah sebagai rangkaian panjang membuat data tentang seni dan budaya di Indonesia khusunya Jawa. ”kami ingin mengkaji sejarah, mendokumentasikannya melalui wawancara, foto, film dan wawancara, serta mengamati secara langsung upaya-upaya mandiri yang sangat terpuji seperti di Sanggar Bodronoyo ini” ujar Miyata serius. (Kjg-)